Penerapan Teori Relativitas Linguistik, Teori Kelompok Bungkam, dan Teori Akomodasi Komunikasi
TEORI
KOMUNIKASI ll
Ilmu Komunikasi Universitas Bengkulu
1.
Relativitas Linguistik
Komunikasi kedua yang saya amati adalah komunikasi luar kelas.
Disini saya melihat komunikasi yang terjalin ketika kami sedang melakukan rapat
KEMENKOMINFO BEM KBM UNIB untuk membahas rapat pembuatan majalah. Anggota
Organisasi ini tidak semuanya berlatar belakang budaya sama alias beragam
budaya. Dan budaya ini mempengaruhi seseorang dalam menggunakan bahasa yang
cenderung berbeda baik dalam pengucapan maupun strukturnya. Meskipun dalam
rapat kami menggunakan bahasa formal namun terkadang cara pengucapan dan
strukttur pengucapan bahasa yang digunakan itu menjadi hal yang belum tentu dimengerti oleh seseorang yang
berbeda latar belakang budayanya.
·
Contohnya orang berlatar
belakang Jawa memberikan pendapat dengan mengatakan kalimat A, belum tentu
orang asli Bengkulu akan mengartikannya sama persis seperti yang dikatakan orang Jawa tersebut.
Pasti akan berbeda cara pengartiannya.
Hal
ini menunjukkan bahwa penutur bahasa yang berbeda harus menghadirkan aspek yang
sangat berbeda untuk menggunakan bahasa mereka dengan benar supaya terjalin makna sama. Dimana Sesuai dengan teori
Relativitas Linguistik yang mengatakan bahwa adanya keberagaman budaya akan
mempengaruhi keragaman bahasa, bagaimana ia memandang dunia dan mempengaruhi
proses kognitif mereka.
Komunikasi yang kedua
yang saya amati adalah komunikasi dalam kelas antara mahasiswa dan dosen.
Dimana komunikasi yang dilakukan mahasiswa akan cenderung sopan dan berbeda
daripada ketika mahasiswa tersebut berbicara dengan teman sebandingnya. Hal ini
dikarenakan semakin seseorang itu mempunyai pengetahuan dan pengalaman
(kognisi) tinggi maka akan berpengaruh dengan pemikiran dan bahasa yang
disampaikan. Hal ini sesuai dengan Relativitas Linguistik yang terkait dengan bahasa, pikiran, pengalaman atau
konsep realitas, dan budaya.
2. Teori
Kelompok Bungkam
Nama organiasasi : Bagian KEMENKOMINFO BEM
KBM Unib
Tempat : Sekretariatan BEM KBM Unib di PKM
lantai 1
Rapat : Mengenai Launching Majalah Perdana
pada Desember 2014
Komunikasi
yang saya amati yaitu komunikasi yang terjalin dalam sebuah rapat yang dilaksanakan oleh
KEMENKOMINFO BEM KBM Unib tentang salah satu program kerja kementerian tersebut
yang akan dilaksanakan Desember 2014 mendatang. Dalam rapat tersebut saya melihat
adanya kebungkaman dari anggota kementerian yang baru yaitu yang belum lama ini dilantik pada
akhir september 2014. Dalam rapat tersebut, mereka hanya monoton mengikuti saja apa-apa yang sedang dibicarakan tanpa ada kata pendapat,usulan, komplen, atau sekedar bertanya. Mungkin ini disebabkan oleh faktor posisi dan status yang merasa masih “BARU BERGABUNG” dalam
kelompok tersebut. Atau mungkin karena faktor kosa kata yang mereka punyai
hanyalah sedikit sehingga kemampuan berkomunikasi
mereka pun agak tersendat untuk menyesuaikan. Akibatnya, apa yang sebenarnya
ingin mereka sampaikan atau uneg-uneg yang
mereka rasakan, tidak bisa diketahui oleh kelompok dan itu pasti merugikan diri
mereka yang bungkam tersebut.
Hal ini sesuai dengan Teori
Kelompok Bungkam yang mengatakan bahwa mereka yang sering diam
dikarena kosa kata yang mereka punyai hanyalah sedikit,
setiap kata yang diucapakan merupakan cerminan dari pengalaman dari yang
mengucapkannya. Sebab tingkat pengetahuan seseorang mempengaruhi tingkat penamaan,
artinya orang yang mempunyai kemampuan menamai pasti memiliki kekuasaan yang
besar. Selain itu, munculnya kelompok bungkam di sebabkan juga tekanan dan tindasan terhadap suatu kelompok baik
dalam bentuk ras,gender,pekerjaan dll.
Selain itu juga, pembungkaman
tidak hanya terjadi karena tekanan-tekanan, namun kelompok bungkam
timbul karena status dan posisi seseorang yng menyebabkan seseorang untuk
membungkam seperti kasus komunikasi yang
saya amati diatas.
3. Teori Akomodasi Komunikasi
Komunikasi yang saya amati yaitu
komunikasi diseputar saya atau diluar kelas. Dalam hal ini komunikasi yang
terjalin bukan hanya satu budaya atau satu etnis saja melainkan beragam etnis
yang pastinya berbeda dialek, bahasa, perilaku yang berbeda juga.
Dalam teori ini saya lebih memfokuskan pada satu pengamatan terhadap
seorang teman saya keturunan orang Madura ( bahasa Ngapak) dengan diri saya keturunan Jawa Tengah.
Meskipun kami berasal dari sama-sama Jawa, namun dialek asli kami sangatlah
jauh berbeda.
Dalam berkomunikasi sehari-hari,
kami sering menggunakan bahasa Jawa asli saya. Ketika sedang dalam berada pada
situasi ramai atau ditempat umum, teman saya tersebut lebih menggunakan Bahasa
Indonesia atau menggunakan bahasa nonverbal ketika bertemu dengan saya di
tempat ramai. Hal ini disebabkan karena menurutnya dia tidak nyaman dan sangat
malu ketika menggunakan dialek bahasa ngapak,
karena sering dianggap lucu dan
ditertawakan oleh orang-orang. Hal ini pun membuatnya berhati-hati dalam pengungakapan diri mengomunikasikan identitas kulturalnya
tersebut.
Kasus diatas sesuai dengan teori akomodasi komunikasi
yang mengungkapkan bahwa orang yang memiliki identitas kultural tidak kuat akan
berusaha mengakomodasi orang lain yang memiliki identitas kultural lebih kuat.
*Siti Mutmainah
*D1E013045
Komentar
Posting Komentar